BANDAR LAMPUNG (KANDIDAT) – Lampung Literature, bekerja sama dengan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, baru saja sukses meluncurkan dua buku sastra yang menarik perhatian banyak pihak.
Peluncuran buku yang berlangsung di Rumah Kebun 99 pada 30 September 2023 malam, menjadi momen penting bagi dunia sastra di Lampung. Acara tersebut dihadiri oleh berbagai kalangan, termasuk praktisi dan pemerhati sastra yang bersemangat.
Kedua buku yang diluncurkan adalah “Tula” (antologi puisi) dan “Cikgu Domad” (antologi cerpen).
Menurut Ketua Lampung Literature, Devin Nodestyo, buku-buku ini adalah hasil karya luar biasa dari peserta kelas menulis sastra yang diselenggarakan oleh Lampung Literature pada bulan Agustus sebelumnya.
Dalam proses ini, ada total 40 peserta yang terlibat, dengan 20 orang mengikuti kelas menulis puisi dan 20 orang mengikuti kelas cerpen. Bahkan, beberapa peserta berasal dari Patani, Thailand, yang saat itu tengah menjalani studi di Lampung.
“Total ada 40 peserta yang terlibat, 20 orang mengikuti kelas menulis puisi dan 20 orang mengikuti kelas cerpen, yang berasal dari berbagai kalangan. Beberapa peserta merupakan mahasiswa asal Patani, Thailand yang berkuliah di Lampung,” ucap Devin.
Selama proses kelas, para peserta mendapat bimbingan langsung dari beberapa sastrawan terbaik yang dimiliki Lampung. Nama-nama seperti Ari Pahala Hutabarat, Inggit Putria Marga, Alexander GB, dan Yulizar Lubay turut serta dalam memandu para peserta.
“Kami sangat berterima kasih kepada para senior, Ari Pahala Hutabarat, Inggit Putria Marga, Alexander GB, dan Yulizar Lubay, yang sudah berkenan menjadi fasilitator di kelas menulis ini,” tuturnya.
Alexander GB menyampaikan bahwa program ini memiliki potensi besar untuk merangsang produksi karya sastra berkualitas di Lampung, sebuah wilayah yang masih minim penulis sastra saat ini.
Ketua Harian Komunitas Berkat yakin menambahkan bahwa sastra memiliki peran krusial dalam membantu masyarakat memahami realitas sosial, politik, gender, agama, dan lainnya.
Namun, terdapat kekurangan penulis sastra di Lampung, dan program seperti ini diharapkan dapat membantu peserta yang berbakat untuk terus berkembang dan berkontribusi pada dunia sastra.
Inggit Putria Marga menyoroti pentingnya pemahaman mendalam tentang sastra dalam menulis karya sastra. Ia juga menekankan bahwa menulis sastra adalah sebuah seni yang memiliki banyak syarat yang harus dipenuhi, termasuk pemahaman tentang unsur-unsur internal dan eksternal dalam sastra.
“Menulis sastra itu tidak hanya kerja emosi tapi juga kognisi. Hal-hal berkenaan dengan itu telah saya sampaikan kepada para peserta. Minimal setelah kami sharing ilmu selama kelas menulis, mereka tak buru-buru lagi menyebut diri mereka penyair,” ujar Inggit.
Tria Nur Handayani, satu di antara penulis dalam antologi cerpen, menyoroti hambatan utama dalam menulis sastra, yaitu minimnya referensi literasi dan minat baca yang rendah.
Program seperti ini memberikan peserta pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya sastra dalam kehidupan mereka dan masyarakat. Ia berharap program semacam ini dapat terus berlanjut untuk mendukung perkembangan sastra di Lampung.
“Banyak sekali ilmu yang kami dapat selama proses ini. Kami tidak melulu dijejali teknik formal penulisan, tapi juga kesadaran akan pentingnya sastra bagi diri sendiri dan masyarakat. Saya berharap program semacam ini bisa terus ada,” ujar Tria.(hen)