banner 400x130
OPINI  

Menyongsong 8 Dekade PWI, Membangun PWI Institute

hariankandidat.co.id

banner 120x600

Oleh: Hendro Basuki*

Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Hendry Ch Bangun memilih opsi berkonsentrasi mengembalikan pendidikan sebagai program mahkota. Sebagian besar konsentrasi PWI akan ditujukan mendidik anggota menjadi wartawan profesional, berwawasan, dan beretika. Di samping memperbaiki kualitas Uji Kompetensi Wartawan (UKW).

KABAR menyenangkan tentunya. Sebuah organisasi profesi seharusnya, di setiap detiknya, selalu berfikir dan bertindak untuk meningkatkan kualitas anggotanya. Yang penulis maksudkan kualitas bukan hanya menyangkut tentang membaiknya ketrampilan, pengetahuan, dan wawasan tetapi juga semakin membaiknya kualitas pemahaman dan pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik.

Program Mahkota itu tidak ringan. Selain membutuhkan para pengelola yang memahami aspek visi dan misi pendidikan, design dan konten kurikulum, konsistensi, juga aspek manajerial. Justru yang terakhir itu membutuhkan ketrampilan dan pengetahuan di luar masalah jurnalistik.

 

Model Kurikulum

Design dan konten kurikulum bisa dirancang dengan melibatkan para begawan jurnalistik yang dimiliki PWI. Sedangkan pengelolaan membutuhkan keahlian di bidang perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian yang mumpuni. Ini adalah keahlian yang berbeda. Tidak semua profesor bisa menjadi rektor.

Design dan konten kurikulum sebaiknya tidak disusun dengan menggunakan pendekatan paradigma lama. Situasi hari ini dan 25 tahun ke depan akan sangat cepat berubah. Yang kemarin baru lahir, tiba-tiba menjadi usang. Koran yang membuat banyak perusahaan media kaya, tiba-tiba surut dengan cepat. Meski pun sudah diperkirakan di akhir tahun 1990an, tetapi tak banyak yang mengira bisa secepat itu. Tidak usah disesali, karena selain karena kemajuan teknologi, juga lebih banyak kesalahan sendiri.

Jika gejala dan fenomena hari ini di bidang media dan jurnalistik sudah berbeda, maka jelas design dan konten kurikulum pendidikan dan ketrampilan juga mesti diubah. Sederhana saja contohnya. Teknik menulis berita di media koran, dengan siber sudah berbeda. Meski, para wartawan sebagian besar masih ngotot sama. Atau dibuat seolah-olah sama.

Adaptif

PWI sebagai organisasi wartawan dengan anggota terbesar, dan tersebar di seluruh Indonesia itu, sewajarnya memiliki design dan konten kurikulum pendidikan yang adaptif terhadap zaman.

Di samping itu, pengelolaan pendidikan dan ketrampilan saatnya dikelola lebih metodologis, dan profesional untuk beberapa kepentingan.
Pertama, kepentingan internal anggota PWI.
Kedua, kepentingan eksternal PWI.

Ketiga, mencakup dua kepentingan terdahulu.
Kepentingan pertama, dipenuhi dengan konten kurikulum pendidikan dan ketrampilan jurnalistik bersifat umum, atau pun khusus yang semoga cepat diperbarui.

Kepentingan kedua, menyediakan pelayanan diklat jurnalistik kepada _stakeholders_ , mitra kerja, dan juga para pihak yang membutuhkan pendidikan latihan jurnalistik dan public relations.

Sedangkan ketiga, mencakup dua kepentingan di atas disatukan dalam program-program kerja sama sebagai upaya peningkatan kapasitas (capasity building) anggota PWI.

 

PWI Institute

Pertanyaannya, siapa yang akan mengelola itu semua?

Penulis mempunyai gagasan agar Pengurus Pusat memikirkan dan merealisasi Pusdiklat PWI yang diberi nama PWI Institute.
Visinya adalah mencerdaskan wartawan dan masyarakat Indonesia.

Misi

1. Meningkatkan kapasitas profesional anggota PWI dalam melayani masyarakat di bidang informasi.
2. Memberikan pelayanan pendidikan di bidang jurnalistik dan kemediaan baik kepada para wartawan, atau pun masyarakat yang membutuhkan.
3. Melayani masyarakat di bidang penyediaan informasi yang secara akademis dapat dipertanggungjawabkan.
4. Menjadi pusat pendidikan, latihan dan penelitian yang berkualitas.

Strategi

1. Membangun sistem pendidikan dan latihan jurnalistik dan public relations yang profesional.
2. Membentuk dan mendirikan badan pengelola yang diberi nama PWI Institute dan bertanggungjawab kepada organisasi cq Ketua Umum PWI.
3. Membangun kerja sama dengan para pihak untuk mendirikan diklat terintegrasi.

Pelaksanaan strategi itu dapat dilakukan dalam aneka bentuk kegiatan seperti diklat, FGD, seminar, penelitian, pemberian penghargaan, dan kajian-kajian yang bersifat strategis.
Satu keuntungan kecil yang bisa penulis sebutkan di awal sekarang adalah, dan setidaknya membantu Pengurus Pusat ketika mengeluarkan pernyataan-pernyataan, pidato-pidato memiliki bobot dan kualitas yang tinggi.

Tidak bisa lagi, pernyataan Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia berpijak dengan katanya, katanya, atau meraba-raba, melainkan didasarkan atas data dan informasi akurat. Setiap pernyataan ketua umum sekaligus mewakili kualitas dan wibawa organisasi.

PWI Institute akan memiliki komposisi pengurus yang terdiri dari dewan pakar, team peneliti, team pengajar dan pengelola.
Penulis sangat yakin, PWI sebagai organisasi wartawan tertua dan memiliki anggota berkualitas mampu mewujudkan itu untuk menghadapi masa depan.
Bravo PWI.***

*Penulis adalah anggota PWI

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *