Lampung – Debat Perdana Calon Walikota dan Wakil Walikota Bandar Lampung menjadi perhatian pada Senin (28/10) lalu yang digelar oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) kota Bandar Lampung di Hotel Emersia.
Pasalnya, Debat yang menampilkan dua Bunda itu nampak saling mengkritik dengan dua tema yang diusung oleh KPU kota Bandarlampung yakni pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat.
Pengamat Politik Universitas Muhammadiyah Lampung (UML) Chandrawansah mengatakan, menariknya debat Pilwakot 2024 itu dikarenakan seorang petahana yang ditantang oleh calon lain dari seorang birokrat.
“Melihat debat publik pemilihan Walikota dan Wakil walikota Bandar Lampung Ini tentu saja menarik ketika incumbent ditantang oleh calon lain. Incumbent pasti akan menyampaikan apa yang telah dicapai dan peningkatan yang akan diraih untuk kedua kalinya,” kata Chandrawansah kepada media ini. Rabu (30/10).
Bahkan, kata dia, seorang petahana memiliki modal kuat untuk melakukan argumen kepada lawan, karena ia telah memimpin 5 tahun terlebih dulu daripada seorang penantang yaitu Reihana yang baru datang pada Pilwakot 2024 ini.
“Semua incumbent pasti akan menjadikan hal tersebut sebagai ‘jualan’ dalam kampanye untuk peningkatan citra diri. Sedangkan tentu penantang akan menyampaikan sisi-sisi kekurangan dan peningkatan yang akan dicapai ketika diberikan kepercayaan oleh masyarakat,” ungkapnya.
Sehingga, sambung dia, adanya saling kritik pada debat yang berlangsung itu dinilai untuk memotivasi para kandidat, jika nantinya ia dipilih oleh rakyat untuk menjalankan amanah rakyat pada lima tahun kedepan.
“Menurutku hal demikian yang dilakukan oleh incumbent maupun calon penantang hal yang baik dan tentu kritik yang diperlukan agar nanti mengetahui kekurangan maupun kelebihan yang ada pada incumbent dan perlu juga perbaikan dan apresiasi kalau pekerjaan berhasil hal peningkatan insfrastruktur maupun peningkatan pelayanan yang lain,” ucapnya
Ia menambahkan, Bahwa debat publik dalam Pilkada yang berlangsung dengan kritik tajam antar kandidat bisa berdampak positif bagi elektabilitas para calon.
“Tetapi juga memiliki risiko, Di satu sisi, debat yang penuh dinamika dan kritik dapat memberikan kesempatan bagi kandidat untuk menunjukkan pemahaman mereka tentang isu-isu penting, ketegasan dalam mempertahankan visi, serta kemampuan merespons kelemahan lawan. Pemilih sering kali tertarik melihat bagaimana kandidat menangani kritik dan tekanan, yang bisa mencerminkan kompetensi mereka dalam memimpin,” terangnya
Namun, ia menilai, jika debat terlalu agresif atau cenderung menyerang pribadi lawan justru dapat merusak citra kandidat di mata pemilih.
“Sikap yang berlebihan atau kurang beretika juga dapat menimbulkan antipati, terutama jika pemilih menganggap bahwa kandidat tidak fokus pada solusi konkret bagi masyarakat. Pemilih yang rasional lebih menghargai debat yang berisi argumen kuat, didukung data, dan disampaikan dengan profesionalisme,” tegasnya.
Chandrawansah berpendapat, bila debat antar kandidat walikota Bandarlampung itu juga hasus mampu memberikan solusi terkait permasalahan di Bandarlampung.
“Jadi agar efektif meningkatkan elektabilitas, kandidat perlu menjaga keseimbangan antara ketegasan dan kesantunan dalam menyampaikan kritik serta menyampaikan solusi-solusi yang jitu dalam persoalan-persoalan yang ada atau dihadapi oleh Kota Bandar Lampung,” terangnya
Didebat Pilwakot mendatang, ia menilai, debat berikutnya akan lebih panas dan akan lebih baik selain kritik. ” Untuk memberikan solusi bagi kedua calon tersebut agar nanti siapapun yang menjadi Walikota dan Wakil Walikota lebih siap dan dapat menerima masukan seperti ketika pelaksanaan debat yang dapat dilihat kelemahan dan kelebihan dalam pembangunan di Kota Bandar Lampung.
Diketahui, pada saat debat berlangsung, Kedua paslon Pilwakot antara Petahana Eva Dwiana dan Reihana saling sindir soal cara mengatasi kemacetan hingga persoalan hutang Pemerintah Kota Bandarlampung.(Gung)