HARIANKANDIDAT.CO.ID — Puluhan massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Lembaga Anti Korupsi (ALAK) menggelar unjuk rasa di depan Kantor Balai Pelaksana Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW) Lampung, Kamis (24/7). Mereka menuntut pengusutan dugaan korupsi dalam sejumlah proyek infrastruktur yang bersumber dari APBN 2024.
Dalam orasinya, Koordinator Aksi, Mailudin, menyampaikan bahwa BPPW Lampung patut diduga telah melakukan praktik tender yang tidak transparan dan hanya bersifat formalitas. Sejumlah proyek bernilai besar disebut telah dikondisikan kepada penyedia tertentu, tanpa persaingan sehat.
"Dugaan kami, pemenang tender sudah ditentukan sebelum proses lelang. Ini tidak hanya melanggar prinsip transparansi, tapi juga merugikan negara dalam jumlah besar," kata Mailudin.
Dalam pernyataan sikap yang diterima redaksi, ALAK merinci beberapa proyek yang dinilai sarat penyimpangan, antara lain:
Proyek Rehabilitasi dan Renovasi Sarana Prasarana senilai Rp 19,2 miliar oleh PT Berkah Lancar Lestari.
Proyek Penanganan Kemiskinan Ekstrem di Desa Tanjung Agung, Teluk Pandan, Pesawaran, senilai Rp 7,5 miliar oleh CV Kalembo Ade Utama.
Proyek Pembangunan Tangki Septik dan Sarana Pendukung di berbagai kabupaten: Rp 22,6 miliar di Lampung Timur, dan Rp 29,4 miliar di Lampung Tengah.
Menurut ALAK, pelaksanaan proyek-proyek tersebut menyimpan banyak kejanggalan. Mereka menyebut pekerjaan di lapangan tidak sesuai dengan spesifikasi teknis, volume, dan kualitas material yang seharusnya.
"Fakta di lapangan jauh dari harapan. Banyak kegiatan yang tidak sesuai standar. Negara dan rakyat dirugikan," tegas Mailudin
Tuntutan ALAK:
Kementerian PUPR diminta segera melakukan audit menyeluruh terhadap seluruh proyek yang dijalankan oleh BPPW Lampung tahun 2024.
Aparat Penegak Hukum (APH) didesak untuk mengusut dugaan praktik kolusi dalam proses lelang.
Mendesak pemberhentian dan pemeriksaan terhadap oknum pejabat BPPW Lampung yang terindikasi terlibat.
ALAK juga menegaskan bahwa dugaan penyimpangan ini melanggar sejumlah regulasi, termasuk UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dari KKN, serta aturan tentang pengelolaan keuangan negara dan transparansi pengadaan.
"Ini bukan sekadar buruknya tata kelola proyek, tapi indikasi kejahatan terorganisir yang melibatkan oknum pejabat dan rekanan. Jika dibiarkan, potensi kerugian negara bisa sangat besar," ujar Mailudin.