HARIANKANDIDAT.CO.ID - Polemik penggunaan dana hibah Komisi Pemilihan Umum (KPU) Lampung Utara (Lampura) semakin pelik.
Pasalnya, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gerakan Masyakarat Bawah Indonesia (GMBI) Distrik Lampura menduga adanya penyelewengan anggaran dengan dalih pergeseran dana hibah. Bahkan, LSM GMBI Distrik Lampura menduga kuat adanya tindak pidana korupsi sistematis yang dilakukan KPU Lampura.
Dikutip dari laman resmi kpu.go.id, menyatakan bahwa penggunaan Dana Hibah langsung berbentuk uang dalam pilkada tidak dapat digunakan untuk belanja modal. Karena sesuai aturan, dana tersebut hanya dapat digunakan untuk belanja barang.
Ketua LSM GMBI Distrik Lampura, Ansori menjelaskan bahwa KPU Lampura dengan dalih pergeseran anggaran Dana Hibah menggunakannya untuk peruntukan belanja modal, yakni membeli perlengkapan kantor dan melakukan pembangunan gedung kantor. Lagipula, pembangunan tersebut tidak bersifat urgensi sebagai penunjang tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2024.
"Dari sini saja, kita sudah bisa menilai bahwa ada tindakan yang menguntungkan pihak pribadi secara berjamaah," tuturnya. Selasa (20/5)
Menurut Permendagri No. 54 tahun 2019 yg telah di ubah Permendagri No. 41 Tahun 2020 sudah jelas mengatur bahwa perubahan Naskah Perjanjian Dana Hibah (NPHD) hanya dapat dilakukan pada kondisi tertentu, yakni : Perubahan jumlah pasangan calon, penghitungan dan pemungutan suara ulang, pemilihan lanjutan, dan/atau pemilihan susulan.
Sementara KPU Lampura mengajukan perubahan bukan dalam konteks tersebut dan parahnya lagi tahapan penyelenggara telah usai. Berdasarkan Peraturan KPU No. 2 Tahun 2024 Tentang Tahapan Jadwal Pilkada berakhir pada tanggal 9 Januari 2025 ditandai dengan penetapan Pasangan Calon Bupati Wakil Bupati Terpilih Pilkada Lampung Utara berdasarkan Keputusan KPU Lampung Utara No. 2 Tahun 2025.
Ansori menilai tindakan yang dilakukan oleh KPU Lampura merupakan tindakan konyol. Perubahan penggunaan Dana Hibah dengan nilai fantastis pada item pemeliharaan yang semula bernilai Rp. 321.178.900 menjadi Rp. 921.178.900 diduga item yang digunakan untuk pembangunan gedung kantor. Kemudian adanya perubahan anggaran evaluasi dan pelaporan semula dengan nilai Rp. 80.500.000 menjadi Rp. 2.2 Milyar, anggaran pelaporan dan evaluasi yang sudah tidak masuk akal.
"Perlu adanya pemeriksaan yang lebih lanjut, kuat dugaan permasalahan ini sudah masuk ke ranah pidana tindak pidana korupsi," tegas Ansori.
GMBI Distrik Lampura dengan tegas meminta dalam waktu singkat DPRD Lampura segera membentuk Tim Panitia Khusus (Pansus) untuk mendalami polemik tersebut. Selain itu, Ansori meminta Aparat Penegak Hukum (APH) segera mengambil langkah tegas dan tepat dalam menyelesaikan dugaan penyelewengan dan penyimpangan NPHD.
"Kami akan melakukan aksi untuk mengawal permasalahan ini agar segera terang benderang," ujarnya. (Aw)