HARIANKANDIDAT.CO.ID - Wali Kota Bandar Lampung, Eva Dwiana, menunjukkan kekesalannya saat dikonfirmasi terkait banjir yang melanda beberapa titik di kota bandar Lampung.
Dalam pernyataannya, ia menegaskan bahwa dirinya sudah berupaya mengoordinasikan penanganan banjir melalui berbagai saluran komunikasi dengan para pejabat, Camat dan lainnya.
"Saya ini lagi ada kelas, loh, kek manasih kok kek gini," ujar Eva dengan nada kesal, menekankan bahwa dirinya juga memiliki tugas lain yang sedang dijalankan.
Meski demikian, ia memastikan bahwa koordinasi tetap dilakukan dengan para camat dan pejabat setempat melalui grup WhatsApp.
"Saya juga ada grup WhatsApp dengan para camat dan pejabat lainnya," ungkapnya melalui telpon whatsap dengan nada geram.
Sementara warga harapkan solusi nyata, bukan sekadar bantuan sementara. Banjir yang melanda beberapa wilayah di Bandar Lampung terjadi akibat curah hujan yang tinggi serta sistem drainase yang kurang optimal.
Seperti biasa, pemkot bergerak menyalurkan bantuan kepada warga terdampak. Salah satu langkah yang telah dilakukan adalah pembagian tiga bungkus nasi per hari bagi warga yang terdampak.
Namun, banyak masyarakat yang merasa bantuan ini belum cukup untuk mengatasi dampak Banjir yang semakin parah.
Masyarakat mengingatkan kembali janji kampanye Wali Kota Eva Dwiana yang sebelumnya berkomitmen untuk melakukan normalisasi sungai guna mengurangi risiko Banjir.
Sayangnya, hingga kini, kondisi Banjir justru semakin memburuk. Warga pun menantikan langkah nyata dari pemerintah dalam menangani permasalahan ini.
Meski berbagai upaya seperti pembersihan lumpur dan sampah oleh Dinas Lingkungan Hidup, suplai air bersih dari BPBD, hingga perbaikan talud oleh Dinas PU telah dilakukan, langkah-langkah ini tetap bersifat reaktif tanpa jaminan bahwa kejadian serupa tidak akan terulang.
Persoalan banjir di Bandar Lampung bukan hanya tentang air yang menggenang dan bantuan makanan sementara. Ini adalah masalah kompleks yang membutuhkan perhatian serius jauh sebelum bencana terjadi.
Drainase yang buruk, alih fungsi lahan yang tak terkendali, serta kurangnya kesadaran masyarakat terhadap kebersihan lingkungan adalah akar permasalahan yang belum tersentuh secara fundamental.
Warga berharap solusi jangka panjang segera direalisasikan, seperti perbaikan sistem drainase dan pengerukan sungai agar Banjir dapat dicegah di masa mendatang.
Bantuan nasi bungkus tentu membantu dalam keadaan darurat, tetapi apakah itu solusi jangka panjang? Pemimpin tidak cukup hanya hadir melalui layar ponsel.
Mereka harus memastikan bahwa sistem pencegahan dan infrastruktur kota benar-benar siap menghadapi musim hujan, bukan sekadar merespons ketika bencana sudah terjadi.
Banjir ini seharusnya menjadi alarm bagi pemerintah kota Bandar Lampung. Jika tidak ada perubahan kebijakan yang nyata, maka nasi bungkus dan grup WA hanya akan menjadi solusi sementara yang tidak menyelesaikan akar permasalahan. (Vrg)