MAHEPEL Klarifikasi: Kematian Pratama Bukan Akibat Diklat, Tapi Tumor Otak

Redaksi Harian Kandidat - Selasa, 03 Jun 2025 - 17:21 WIB
MAHEPEL Klarifikasi: Kematian Pratama Bukan Akibat Diklat, Tapi Tumor Otak
Kuasa hukum organisasi pecinta alam ini menegaskan tidak ada kekerasan terorganisir selama Diklat XXVI. Semua kegiatan dijalankan sesuai SOP dan izin resmi. - Harian Kandidat
Advertisements

HARIANKANDIDAT.CO.ID – Kuasa hukum Mahasiswa Ekonomi Pecinta Lingkungan (Mahepel) Universitas Lampung, Chandra Bangkit, menyampaikan klarifikasi resmi atas berbagai tuduhan yang menyeret organisasi pecinta alam itu terkait kegiatan Pendidikan dan Latihan (Diklat) Angkatan XXVI.

Dalam konferensi pers di Kantor Ikadin Lampung, Senin 3 Juni 2025, Chandra menegaskan bahwa selama kegiatan berlangsung tidak ada praktik kekerasan terorganisir maupun pemaksaan terhadap peserta.

“Kami menyampaikan duka mendalam atas wafatnya almarhum Pratama Wijaya Kesuma, serta empati bagi peserta yang mengalami gangguan kesehatan. Namun, kami menolak segala bentuk tuduhan tidak berdasar yang menyudutkan Mahepel,” ujar Chandra.

Menurutnya, kegiatan yang berlangsung pada Oktober–November 2024 telah dijalankan berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) organisasi dan telah mengantongi izin dari kampus, aparat desa, hingga fasilitas medis setempat.

“Tidak pernah ada sistem atau perintah kekerasan. Luka lecet yang dialami peserta berasal dari aktivitas di alam terbuka, seperti merayap atau membuat bivak, bukan akibat penganiayaan,” jelasnya.

Menanggapi isu yang menyebutkan peserta dipaksa menenggak spiritus, Chandra menegaskan bahwa hal tersebut merupakan kelalaian individu dan bukan instruksi panitia. Ia juga membantah bahwa kegiatan Diklat menjadi penyebab kematian Pratama Wijaya Kesuma.

“Kegiatan lapangan terakhir berlangsung 14–17 November 2024. Almarhum wafat lima bulan kemudian, pada 28 April 2025. Hasil pemeriksaan medis menyebutkan penyebab kematian adalah tumor otak, bukan akibat aktivitas fisik saat Diklat,” tegasnya.

Terkait peserta lain yang mengalami gangguan kesehatan, seperti M. Armando Al Faris, Chandra menjelaskan bahwa diagnosa medis menyatakan yang bersangkutan mengalami Otitis Media Akut (OMA), bukan pecah gendang telinga.

Mahepel telah menanggung biaya pengobatan dan bersilaturahmi ke keluarga,” tambahnya.

Chandra menyebut Mahepel tidak menutup mata terhadap kritik. Evaluasi telah dilakukan, termasuk pengakuan atas kekurangan karena tidak menyertakan tim medis resmi selama kegiatan. Pihak dekanat dikatakan telah menjatuhkan sanksi berupa kegiatan sosial.

“Kami terbuka untuk koreksi. Ini menjadi pelajaran penting ke depan,” ujar Chandra. Pihaknya juga mengingatkan agar masyarakat, media, dan mahasiswa tidak tergesa menyebarkan informasi yang belum diverifikasi.

“Jangan menghakimi sebelum proses klarifikasi selesai. Biarkan investigasi internal Unila berjalan.

Kami juga tidak segan menempuh jalur hukum jika ada penyebaran berita bohong atau penggiringan opini publik,” tutupnya.

Advertisements
Share:
Editor: Redaksi Harian Kandidat
Source: Harian Kandidat

BACA JUGA

Advertisements
© 2024 Hariankandidat.co.id. All Right Reserved.