HARIANKANDIDAT.CO.ID – Pengamat Hukum Agraria Universitas Bandar Lampung (UBL), Okta Ainita, menegaskan bahwa ultimatum tiga LSM kepada Kementerian ATR/BPN dan Kantor Pertanahan terkait permintaan verifikasi ulang atas Hak Guna Usaha (HGU) Pt.sgc adalah langkah sah sebagai bagian dari kontrol publik yang dijamin konstitusi.
Ia menyebut, persoalan ini bukan semata administratif, melainkan menyangkut prinsip keadilan dan keberpihakan negara terhadap rakyat.
Menurut Okta, legalitas HGU diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960, khususnya Pasal 28 dan Pasal 29, yang secara tegas menyatakan bahwa HGU hanya diberikan untuk jangka waktu tertentu dan dapat dicabut jika melanggar ketentuan.
Apabila ditemukan indikasi bahwa Pt.sgc menguasai tanah melebihi luas HGU yang sah, maka negara wajib turun tangan untuk melakukan pengukuran ulang dan audit terbuka.
"Negara tak boleh tunduk pada kepentingan korporasi besar, apalagi jika sampai mengorbankan hak masyarakat adat atau lokal. Ini soal keadilan," tegas Okta. Senin (21/07/2025).
Ia juga mengingatkan bahwa amanat Pasal 33 UUD 1945 menyatakan bumi dan kekayaan alam dikuasai negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Oleh karena itu, proses verifikasi harus dilakukan secara transparan, melibatkan publik, dan didukung oleh fungsi pengawasan DPR sebagaimana diatur dalam Pasal 20A UUD 1945.
Tak hanya itu, keterbukaan informasi terkait status HGU merupakan kewajiban hukum berdasarkan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang mewajibkan lembaga negara membuka data kepada masyarakat.
Okta mengingatkan bahwa konflik agraria tidak boleh dianggap remeh. Ketika tidak ditangani secara adil dan terbuka, ia berpotensi memicu ketegangan sosial yang berkepanjangan dan memperparah ketimpangan struktural.
“Negara harus hadir, bukan hanya sebagai regulator, tapi sebagai penjamin keadilan agraria,” pungkasnya.
(Vrg)