HARIANKANDIDAT.CO.ID - Ketua Umum Himpunan Masyarakat Transparansi (Himatra) Lampung, Taufik Hidayatullah, meminta Polresta Bandar Lampung, untuk mengambil kasus yang sudah satu bulan di tangani oleh, Polsek Tanjung Karang Barat (TKB) terkait pengeroyokan dan penganiyaan terhadap juru parkir Rusli (33), warga Kaliawi, yang hingga saat ini belum ada perkembangan yang signifikan.
Pasalnya, peristiwa yang dialami seorang juru parkir Rusli yang di kroyok dan dianiaya oleh tiga orang pria di kawasan Jalan Durian, Pasar Pasir Gintung, Kamis dini hari (26/06), hingga saat ini belum ada kejelasan dari Aparat Penegak Hukum Polsek TKB.
Menurut Taufik, APH terutama Polsek TKB yang menangani kasus tersebut. Harus bekerja secara profesional, apalagi teknologi Polri saat ini sudah sangat mumpuni untuk melacak pelaku, dengan banyaknya cctv terpasang dibeberapa rambu-rambu lalulintas.
"Jika ini tidak terungkap maka menjadi reputasi buruk dari pihak kepolisian terutama Polsek TKB, tampaknya Kapolresta Bandar Lampung wajib evaluasi kinerja kapolsek dan tim reskrimnya, karena sudah lewat satu bulan kasus tidak terungkap, ada apa... jangan-jangan?," kata Taufik pada, Minggu (27/07).
Diketahui sebelumnya, kasus pengroyokan Juru Parkir, Rusli (33), yang dikeroyok hingga babak belur pada Kamis dini hari (26/6/2025) di kawasan Jalan Durian, Pasir Gintung, masih gelap gulita.
Di tengah gembar-gembor “kota aman” dan puluhan kamera CCTV yang diklaim memantau setiap sudut Bandar Lampung, institusi kepolisian justru kembali menunjukkan wajah tumpulnya penegakan hukum.
Sudah lebih dari dua pekan berlalu, namun Polsek Tanjung Karang Barat gagal mengungkap siapa pelakunya. Sementara korban menderita luka di kepala, dan masyarakat terus dihantui rasa was-was.
Kapolsek Tanjung Karang Barat, AKP Ono Karyono menyebut pihaknya tengah menangani laporan dugaan penganiayaan terhadap seorang Juru Parkir bernama Rusli.
Namun, hingga saat ini proses hukum dinilai belum menunjukkan perkembangan yang signifikan.
“Saksi-saksi sudah kita periksa, dan sudah kita berikan SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan) kepada pelapor,” ujar AKP Ono saat dikonfirmasi, Senin (14/7/2025).
Terkait teknis dan detail perkembangan penanganan kasus, AKP Ono mempersilakan pelapor maupun pihak yang berkepentingan untuk langsung berkoordinasi dengan Kanit Reskrim Polsek Tanjung Karang Barat.
“Ada Kanit Reskrim, silakan temui langsung saja untuk penjelasan lebih lanjut. Yang pasti kasus ini sedang kami tangani,” tegasnya.
Terpisah Kanit Reskrim Polsek Tanjung Karang Barat, Dedi Heriyanto mengatakan, bahwa penyidikan sudah berjalan dan kasus sudah masuk tahap SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan).
Namun ketika ditanya soal pelaku, jawabannya mengambang.
“Saksi dari korban tidak melihat wajah pelaku, dan rekaman CCTV di Alfamart serta pantauan lalu lintas juga tidak mendukung. Jadi kami harus hati-hati dalam menentukan pelaku,” ujarnya.
Hati-hati atau setengah hati? Itu yang menjadi pertanyaannya.
Sebab jika institusi sebesar Polri tak bisa mengungkap pengeroyokan yang terjadi di jalan raya bukan di hutan, bukan di pelosok lalu di mana kredibilitas kepolisian?
CCTV di mana-mana, tapi tak satu pun membantu? Bukankah selama ini publik terus didorong percaya bahwa sistem pengawasan digital akan menunjang keamanan kota?
Lantas ketika sistem itu gagal, siapa yang bertanggung jawab?
“Sudah hampir setiap hari kita telusuri, tapi belum ada saksi yang mau bicara,” lanjut Dedi.
Dalih semacam ini justru memperlihatkan kelemahan sistemik dalam penanganan perkara. Apakah harus selalu menunggu saksi? Bukankah tugas penyidik adalah mencari dan menggali, bukan pasif menunggu?
Institusi Polri Dipertanyakan: Takut, Lalai, atau Tak Mampu?
Kasus ini menjadi tamparan bagi Polsek Tanjung Karang Barat dan citra Polresta Bandar Lampung secara keseluruhan. Masyarakat mulai hilang harapan, bukan hanya pada penyelesaian kasus Rusli, tapi pada kemampuan polisi secara menyeluruh dalam menjaga rasa aman.
Kalau kasus pengroyokan saja polisi tak bisa tuntaskan, bagaimana dengan kasus kejahatan yang lebih rumit? CCTV jadi pajangan, aparat cuma jago pasang garis polisi.
Satu hal yang pasti: ketika hukum tumpul di tengah kota, keadilan hanya jadi ilusi.
(Edi)
