HARIANKANDIDAT.CO.ID - Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Pematank bersama Aliansi KERAMAT menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung pada Rabu (15/1/2024). Mereka mendesak aparat penegak hukum segera menuntaskan kasus dugaan mafia tanah yang diduga melibatkan sejumlah pihak dalam penguasaan lahan negara secara ilegal.
Ketua Umum DPP PEMATANK, Suadi Romli, menegaskan bahwa praktik mafia tanah telah berlangsung secara terorganisir dan merugikan negara serta masyarakat. Menurutnya, penguasaan lahan negara secara ilegal menjadi modus baru yang mengancam aset bangsa.
"Berapa banyak aset negara yang sudah dirampas oleh Mafia Tanah? Kasus korupsi belum tuntas, sekarang muncul modus baru seperti ini," ujar Suadi Romli.
Romli menyoroti dampak buruk dari praktik Mafia Tanah yang bukan hanya merugikan ekonomi negara, tetapi juga menyebabkan kerusakan lingkungan dan memicu konflik antara masyarakat dengan perusahaan.
Menurutnya, ada indikasi kuat keterlibatan sejumlah pihak yang memanfaatkan situasi ini untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Karena itu, pihaknya meminta Kejati Lampung menjadikan kasus ini sebagai prioritas penanganan hukum.
DPP PEMATANK juga menyoroti pengalihan fungsi kawasan hutan menjadi lahan perkebunan di beberapa daerah, seperti Lampung Selatan dan Way Kanan. Mereka meminta agar penyelidikan yang dilakukan Kejati Lampung segera ditingkatkan ke tahap penyidikan jika bukti sudah mencukupi.
Aksi ini juga menyinggung dugaan penyalahgunaan wewenang oleh oknum penguasa daerah yang bekerja sama dengan perusahaan dalam manipulasi izin Hak Guna Usaha (HGU) dan alih fungsi kawasan hutan secara ilegal.
"Banyak perusahaan yang mengajukan izin HGU untuk 100 hektare lahan, tetapi faktanya lebih dari itu. Bahkan, sebagian besar lahan dikelola oleh koperasi yang diduga hanya sebagai kedok untuk menghindari pajak," tambah Romli.
Ia juga mengungkapkan bahwa beberapa koperasi tersebut mendapatkan dana hibah dari APBN serta bantuan alat pertanian (alsintan), tetapi hasil pengelolaan lahan tetap dibeli oleh perusahaan yang bersangkutan.
"Praktik ini menunjukkan manipulasi yang terstruktur dan hanya menguntungkan pihak tertentu," tegasnya.
Kawasan hutan produksi Register 41, 42, 44, dan 46 juga menjadi perhatian dalam aksi tersebut. Kawasan ini diduga dikelola secara ilegal oleh sejumlah koperasi dengan menanam komoditas karet dan sawit. Bahkan, infrastruktur di kawasan itu kerap dibangun menggunakan dana APBD untuk kepentingan perusahaan.
"Selain melanggar hukum, praktik ini memperbesar kerugian negara," jelas Romli.
Dalam aksinya, DPP Pematank dan Aliansi KERAMAT menyampaikan tiga tuntutan utama:
1. Mengusut tuntas praktik Mafia Tanah dan penyalahgunaan kawasan hutan produksi.
2. Mendesak Badan Pertanahan Nasional (BPN) agar meninjau ulang dan tidak memperpanjang izin HGU perusahaan yang menggunakan lahan secara ilegal.
3. Mendukung Kejati Lampung meningkatkan status penyelidikan kasus tersebut menjadi penyidikan jika bukti telah mencukupi.
Mereka juga menekankan pentingnya transparansi dalam pengelolaan aset negara untuk mencegah praktik serupa terulang di masa mendatang. Aksi ini disebut sebagai bentuk dukungan masyarakat terhadap upaya penegakan hukum di Provinsi Lampung.