HARIANKANDIDAT.CO.ID - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Lampung menilai persoalan penguasaan dan pengelolaan lahan di kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) tidak bisa digeneralisasi.
Menurut Irfan, terdapat perbedaan antara praktik ilegal yang terorganisir dengan kondisi masyarakat yang sudah lama bergantung pada lahan di kawasan tersebut.
"Kalau memang ada indikasi pihak yang mengorganisir masyarakat atau melakukan transaksi jual beli lahan di kawasan Tnbbs, itu sudah masuk ranah tindak pidana. Penegak hukum seperti Kejaksaan Agung, Kepolisian, maupun KLHK harus menindak tegas dan membongkar jaringan tersebut," kata Irfan.
Negara juga perlu melihat fakta bahwa sebagian masyarakat sudah terlanjur mengelola lahan selama puluhan tahun karena keterbatasan akses terhadap lahan pertanian di luar kawasan hutan.
"Kondisi ini tidak bisa disamakan dengan praktik mafia lahan. Negara seharusnya memberikan pengakuan dan perlindungan melalui skema kemitraan konservasi atau perhutanan sosial," ujarnya.
Irfan menyoroti bahwa sejak program perhutanan sosial berjalan pada 2016 hingga kini, belum ada capaian kemitraan konservasi di wilayah Tnbbs.
"Ini menunjukkan ada persoalan kelembagaan juga di Balai Besar Tnbbs. Padahal jika masyarakat dilibatkan dalam perhutanan sosial, mereka bukan hanya diakui, tapi juga ikut berperan dalam pemulihan hutan," tambahnya.
Menurutnya, penyelesaian konflik pengelolaan lahan di kawasan konservasi harus dilakukan secara adil dan proporsional.
"Jangan sampai warga kecil dikriminalisasi, sementara aktor besar yang mengorganisir perambahan justru luput dari penegakan hukum," tutupnya.
Sebelumnya, Founder Masyarakat Independent Gerakan Masyarakat Indonesia (GERMASI), Ridwan, mendesak Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menindak tegas dan menangkap dalang intelektual di balik dugaan alih fungsi serta penguasaan ilegal kawasan hutan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) dan Suaka Margasatwa Gunung Raya, Kabupaten Lampung Barat. (07/10/2025)
Meski Satgas Pengamanan Kawasan Hutan (PKH) telah melakukan penyitaan di dua kawasan hutan tersebut, Ridwan menilai penegakan hukum masih setengah hati dan belum menyentuh aktor utama di balik praktik perampasan kawasan konservasi itu.
“Negara ini tidak boleh kalah oleh mafia hutan! Jangan hanya petani kecil yang dikorbankan, sementara pengendali di balik meja tetap aman duduk di kursi empuk. Kami minta Kejagung seret dalang intelektualnya siapapun dia, pejabat, pengusaha, atau oknum aparat yang selama ini bermain,” tegas Ridwan.
Menurut Ridwan, GERMASI telah menyerahkan laporan resmi ke Kejati Lampung dan Kejagung RI, disertai data dan temuan lapangan yang menunjukkan pola sistematis penguasaan dan pengalihan fungsi kawasan hutan secara terencana. Ia menduga praktik ini tidak mungkin berlangsung tanpa adanya restu atau perlindungan dari oknum berpengaruh.
“Jangan pura-pura tidak tahu. Alih fungsi hutan di Tnbbs dan Gunung Raya itu bukan baru kemarin. Sudah bertahun-tahun dan terang-terangan. Kalau aparat serius, dalangnya sudah lama ditangkap. Tapi faktanya, mereka aman-aman saja, seolah kebal hukum,” ujarnya.
Aktivis yang dikenal vokal dalam isu anti-korupsi dan lingkungan hidup ini menilai, Kejagung RI harus menunjukkan keberanian dan komitmen nyata dalam menegakkan hukum. Menurutnya, jika kasus ini dibiarkan mandek, publik akan kembali menilai bahwa hukum di Indonesia hanya tajam ke bawah, tumpul ke atas.
“Kami tidak butuh drama penyitaan lahan. Yang kami mau adalah tindakan nyata: tangkap otak kejahatan, ungkap siapa bekingnya! Hukum jangan dijadikan alat dagang kepentingan,” tegasnya.
Ridwan juga berencana mengirim surat resmi kepada Presiden RI, Prabowo Subianto, agar memantau langsung dan mengevaluasi proses penegakan hukum kasus ini. Ia menilai, kasus penguasaan kawasan hutan tersebut mencerminkan lemahnya pengawasan dan keberanian aparat penegak hukum di daerah.
“Kalau Kejagung tidak mampu menembus tembok kekuasaan para mafia hutan, maka kepercayaan rakyat akan runtuh. Ini bukan sekadar kasus hukum, tapi soal harga diri negara,” ujarnya dengan nada keras.
Kasus dugaan alih fungsi dan penguasaan ilegal kawasan hutan Tnbbs dan Suaka Margasatwa Gunung Raya ini diduga melibatkan puluhan ribu hektare lahan, yang kini telah beralih fungsi menjadi perkebunan kopi dan dikuasai jaringan kuat dengan koneksi politik dan bisnis besar.
Ridwan menegaskan, GERMASI akan terus mengawal kasus ini hingga dalang intelektualnya benar-benar diseret ke meja hijau.
“Kami tidak akan berhenti. Jika Kejagung tetap diam, kami siap buka nama-nama besar di balik permainan ini ke publik. Rakyat berhak tahu siapa perampok hutan yang sebenarnya!” tutupnya.
(Yud)