HARIANKANDIDAT.CO.ID - Pengamat hukum Universitas Bandar Lampung (Balam) Rifandi Ritonga menilai Kasus dugaan Mafia Tanah yang terjadi di Kanwil Kementerian Agama (Kemenag) Lampung merupakan Cermin Rumitnya Persoalan Pertanahan di Lampung
Pasalnya, Baru - baru ini kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung melakukan penggeledahan di kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Lampung dan Lampung Selatan terkait kasus penerbitan sertifikat milik Kanwil Kemenag Lampung seluas 17.200 meter persegi.
Rifandi mengatakan, bahwa Kasus dugaan mafia tanah yang melibatkan Kementerian Agama (Kemenag) di Lampung mencerminkan betapa rumitnya persoalan pertanahan di Indonesia.
"Masalah seperti ini sering terjadi karena lemahnya sistem administrasi, celah dalam peraturan hukum, serta kurangnya pengawasan dari pihak berwenang," kata Rifandi kepada media ini.
Menurut Rifandi, Mafia Tanah biasanya memanfaatkan kondisi dengan berbagai cara, mulai dari pemalsuan dokumen hingga kerja sama dengan oknum yang tidak bertanggung jawab.
"Dalam kasus ini, yang perlu diperhatikan adalah keabsahan dokumen kepemilikan tanah yang dimiliki oleh Kemenag dan pihak yang bersengketa. Jika ada indikasi dokumen palsu atau tindakan melawan hukum lainnya, maka bisa dikenakan sanksi pidana, seperti pemalsuan surat berdasarkan Pasal 263 KUHP atau penyerobotan tanah sesuai Pasal 385 KUHP," ungkapnya
Dari sisi hukum administrasi, kata Rifandi, setiap proses kepemilikan tanah harus sesuai dengan aturan, seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
"Jika dalam kasus ini ditemukan ada kesalahan atau penyimpangan dalam penerbitan sertifikat, Kemenag dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk membatalkan sertifikat yang dianggap bermasalah," ucapnya
Bahkan, sambung Rifandi, Penyelesaian sengketa tanah juga bisa dilakukan dengan dua cara yaitu, jalur non-litigasi seperti mediasi melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN) atau jalur litigasi dengan membawa masalah ini ke pengadilan.
Kemudian, pemerintah juga memiliki Satuan Tugas (Satgas) Anti-Mafia Tanah yang bertugas untuk menangani kasus-kasus seperti ini.
"Karena kasus seperti ini menunjukkan bahwa persoalan Mafia Tanah masih menjadi ancaman serius yang perlu penanganan menyeluruh," urainya
Rifandi menambahkan, Selain penegakan hukum yang tegas, pemerintah perlu memperbaiki sistem administrasi pertanahan.
"Misalnya dengan digitalisasi data dan peningkatan transparansi dalam proses pendaftaran tanah. Upaya ini penting agar kasus serupa tidak terus berulang dan masyarakat mendapatkan kepastian hukum atas hak tanah mereka," tandasnya (Gung)