Kejagung Endus Aroma Nyonya Lee di Perkara MA

Redaksi Harian Kandidat - Minggu, 18 Mei 2025 - 21:30 WIB
Kejagung Endus Aroma Nyonya Lee di Perkara MA
Uang mengalir, emas berkilau, dan hukum...? Rp70 miliar untuk perkara, Rp920 miliar di rumah, 51 kg emas dalam brankas. Kasus ini bukan sekadar soal gula, tapi rasa manis yang menyusup hingga ke Mahkamah Agung. - Harian Kandidat
Advertisements

HARIANKANDIDAT.CO.ID — Aroma manis dari dugaan suap perkara di Mahkamah Agung tampaknya mulai menarik perhatian serius Kejaksaan Agung. Setelah sekian lama menjadi bisik-bisik di lorong kekuasaan, kini satu per satu tabir mulai disingkap. Apalagi, nominalnya tidak main-main: Rp70 miliar, yang kabarnya mengalir demi manuver hukum salah satu raksasa industri gula nasional — PT Sugar Group Companies (SGC).

Tokoh sentralnya? Seorang wanita yang dikenal dekat dengan lingkar kekuasaan di Lampung, Purwanti Lee, orang iasa memanggilnya Nyonya Lee.

Dalam kesaksiannya di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, mantan pejabat MA, Zarof Ricar, menyebut terang-terangan bahwa uang tersebut datang dari Sugar Group untuk “memuluskan” perkara melawan Marubeni Corporation. Total: Rp50 miliar untuk kasasi, dan Rp20 miliar untuk Peninjauan Kembali (PK). Tak lupa, dalam penggeledahan, ditemukan juga Rp920 miliar cash dan 51 kilogram emas. Seolah-olah Zarof tak hanya makelar kasus, tapi juga bendahara emas keluarga kerajaan.

Kejagung pun tak tinggal diam. “SGC juga akan diubek-ubek,” kata seorang sumber wartawan yang dikenal dekat dengan petinggi Kejaksaan. Tim sudah dibentuk. Entah tim elit, tim rahasia, atau tim rasa penasaran yang baru bangun dari tidur panjang.

Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, mengonfirmasi bahwa penyidik kini tengah menyisir asal-usul duit yang mengalir seperti gula cair ke rekening dan brankas Zarof. “Bukan cuma Rp70 miliar, tapi juga semua yang ditemukan di rumah beliau akan didalami,” katanya. Tentu saja. Uang nyaris satu triliun dan puluhan kilogram emas tidak mungkin tiba-tiba jatuh dari langit, atau muncul dari semak tebu di Lampung.

Koordinator MAKI, Ronald Loblobly, menyebut ini sebagai kejahatan yang sangat terencana. Tentu saja. Dengan lahan perkebunan seluas hampir 76 ribu hektare — melebihi luas Singapura — siapa sangka perusahaan pemilik merek “Gulaku” ternyata juga ingin rasa manis dalam urusan hukum?

Menariknya, Ny. Lee tak hanya dikenal sebagai tokoh bisnis, tapi juga sosialita politik lokal. Dulu dekat dengan Gubernur Ridho Ficardo, lalu berbelok mendukung Arinal Djunaidi di Pilgub 2018. Bahkan, sempat terlihat aktif hadir di kampanye. Seolah-olah bukan hanya ingin membangun Lampung lewat gula, tapi juga lewat relasi strategis.

Tak cukup sampai di situ, Ny. Lee juga dikenal punya hubungan akrab dengan mantan Bupati Tubaba, Umar Ahmad. Di sana, ia membangun gedung akademi teknik dengan narasi mulia: demi SDM Lampung. Sayangnya, hari ini namanya lebih santer disebut bukan karena beasiswa, tapi karena “by transfer”.

Dalam sidang yang digelar Rabu 7 Mei lalu, Zarof terang-terangan menyebut Ny. Lee sebagai pihak pemberi. Sementara Kejagung kini sedang menunggu momen "yang tepat" untuk turun ke lapangan. Rupanya, meski duit sudah bicara, hukum masih harus menunggu... momentum.

Publik tentu berharap Kejagung tak hanya menyisir, tapi juga mengepel lantai-lantai kekuasaan yang selama ini terlalu lengket oleh gula-gula suap. Karena dalam perkara ini, yang manis bukan hanya produk, tapi juga praktik.

Kini, tinggal kita tunggu: apakah aparat penegak hukum berani menyentuh puncak piramida gula, atau cukup puas dengan memetik daun-daunnya saja?. (Bung)

Advertisements
Share:
Editor: Redaksi Harian Kandidat
Source: Harian Kandidat

BACA JUGA

Advertisements
© 2024 Hariankandidat.co.id. All Right Reserved.