Kejati ‘Lemah Syahwat’ Usut Kasus KONI

Redaksi Harian Kandidat - Minggu, 18 Mei 2025 - 21:38 WIB
Kejati ‘Lemah Syahwat’ Usut Kasus KONI
Sudah 4 tahun sejak kasus dugaan korupsi dana hibah KONI Lampung mencuat. Rp29 miliar dana publik, Rp2,5 miliar potensi kerugian negara. - Harian Kandidat
Advertisements

HARIANKANDIDAT.CO.ID - Sudah empat tahun sejak Dugaan Korupsi dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Provinsi Lampung tahun anggaran 2020 mencuat ke publik.

Namun, hingga kini penyidikan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung belum menunjukkan perkembangan berarti. Dua orang telah ditetapkan sebagai tersangka Agus Nompitu dan Frans Nurseto namun proses hukum terhenti di titik yang sama belum ada penahanan, apalagi penuntutan.

Nilai dana hibah yang diduga diselewengkan mencapai Rp29 miliar, dengan potensi kerugian negara diperkirakan sekitar Rp2,5 miliar. Namun ironi terjadi, karena hingga hari ini, Kejati Lampung hanya memberikan jawaban normatif.

"Masih berproses. Jika ada perkembangan, Kasi Penkum akan rilis," ujar Asisten Pidana Khusus Kejati Lampung, Armen Wijaya, saat dikonfirmasi pada Minggu (18/5/2025).

Hal senada disampaikan Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum), Ricky Ramadhan, yang menyebut perkara ini "masih on progress". Pernyataan yang terus diulang sejak 2021, tanpa kepastian lanjutan hukum yang nyata.

Kejati Lampung tercatat telah berganti pucuk pimpinan sebanyak tiga kali sejak kasus ini pertama kali ditangani. Namun belum ada satu pun yang mampu membawa kasus ini ke meja hijau. Kondisi tersebut memunculkan kecurigaan publik, bahwa Kejati bersikap tumpul terhadap perkara besar dan hanya tegas terhadap pelanggaran kecil.

“Empat tahun tanpa progres yang berarti. Ini bukan sekadar lambat, tapi sudah masuk kategori pengabaian,” ujar seorang aktivis antikorupsi di Lampung.

Pemerhati kebijakan hukum dan publik, Benny N.A. Puspanegara, juga melontarkan kritik keras terhadap Kejati. Ia menilai ada keengganan dalam membongkar kasus yang diduga melibatkan aktor-aktor besar.

“Penanganan kasus ini terkesan setengah hati. Kejati seperti kehilangan taring ketika berhadapan dengan para tokoh besar di balik distribusi dana hibah itu,” kata Benny.

Ia juga mempertanyakan mengapa hanya dua orang yang ditetapkan sebagai tersangka, padahal aliran dana yang besar seperti itu sangat kecil kemungkinannya dikelola oleh dua orang saja.

“Apakah dua orang itu bisa mengatur alur dana Rp29 miliar sendirian? Tentu tidak masuk akal. Kejati harus menjawab ini secara terbuka,” tegasnya.

Benny memperingatkan bahwa jika kasus ini dibiarkan tanpa penyelesaian, kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum akan terus merosot. Ia bahkan mempertanyakan apakah Kepala Kejati yang baru akan meneruskan pola yang sama: membiarkan kasus ini stagnan.

Desakan dari masyarakat agar kasus ini segera dituntaskan terus bergema. Publik tidak ingin keadilan hanya menyasar ke pihak kecil, sementara pelaku yang memiliki kekuasaan justru dibiarkan lolos dari jeratan hukum. (hen)

Advertisements
Share:
Editor: Redaksi Harian Kandidat
Source: Harian Kandidat

BACA JUGA

Advertisements
© 2024 Hariankandidat.co.id. All Right Reserved.