JKEL Desak Audit Investigatif atas Kematian Harimau Sumatera “Bakas”

Redaksi - Selasa, 11 Nov 2025 - 19:22 WIB
JKEL Desak Audit Investigatif atas Kematian Harimau Sumatera “Bakas”
Harimau Bakas mati, publik bersuara. Tiga organisasi lingkungan mendesak Kementerian Kehutanan audit total dan cabut izin titip satwa Lembah Hija - Dokumen
Advertisements

HARIANKANDIDAT.CO.ID — Gelombang desakan publik atas kematian tragis Harimau Sumatera bernama Bakas di Lembah Hijau, Lampung, terus meluas. Kali ini, Jaringan Kelola Ekosistem Lampung (JKEL) resmi melayangkan surat bernomor 047/JKEL/Lampung/XI/2025 kepada Menteri Kehutanan Republik Indonesia, berisi permohonan audit investigatif menyeluruh terhadap BKSDA Bengkulu–Lampung, Balai TNBBS, serta pencabutan izin titip satwa di Lembah Hijau. (11/11/2025)

Surat yang ditandatangani Ir. Almuhery Ali Paksi, Koordinator JKEL, menegaskan bahwa kematian Harimau Bakas bukan insiden tunggal, melainkan indikasi kegagalan sistemik dalam tata kelola konservasi nasional, khususnya di wilayah Lampung dan Bengkulu.

“Kami mendesak agar kinerja Kepala Balai TNBBS dan Kepala BKSDA Bengkulu–Lampung diperiksa secara menyeluruh, termasuk pertanggung jawaban atas kebijakan yang menyebabkan konflik satwa hingga kematian Harimau Sumatera di bawah pengawasan mereka. Lembah Hijau juga harus segera dicabut izin penitipan satwanya, karena telah gagal menjamin keselamatan satwa dilindungi,” tegas Almuhery.

Dukungan penuh terhadap langkah JKEL juga datang dari Ketua Umum Cakra Surya Manggala (CSM), Dr. Mujizat Tegar Sedayu, S.H., M.H., IFHGAS. Ia menilai kematian satwa dilindungi di bawah pengawasan lembaga resmi negara merupakan indikasi kuat kelalaian struktural dan moral.

“Negara tidak boleh diam. Ini bukan sekadar satu Harimau mati — ini tentang sistem yang rusak! Jangan ada yang berlindung di balik label ‘konservasi’ untuk menutupi kelalaian dan penyalahgunaan kewenangan,” tegas Mujizat.

Ia mendesak Kementerian Kehutanan melakukan audit total dan pemanggilan seluruh pihak terkait, mulai dari Balai TNBBS, BKSDA Bengkulu–Lampung, hingga pengelola Lembah Hijau.

“Kalau terbukti lalai, izin harus dicabut, jabatan dicopot, dan proses hukum ditegakkan,” ujarnya dengan nada keras.

Menurutnya, publik sudah lelah dengan alasan teknis yang selalu menjadi tameng.

“Sudah terlalu sering kita dengar alasan ‘penyelamatan satwa’ dijadikan pembenaran. Padahal, nyawa satwa dilindungi bukan bahan eksperimen, ini soal moral, hukum, dan tanggung jawab negara,” tandasnya.

Sorotan tajam juga datang dari Ridwan Maulana, C.PL., CDRA, Founder Masyarakat Independen GERMASI sekaligus aktivis anti-korupsi. Ia menanggapi pemberitaan salah satu media daring yang menyebut pihak Lembah Hijau menanggung seluruh biaya penanganan dan perawatan Harimau Bakas.

“Jika benar semua biaya penyelamatan Harimau Bakas ditanggung pihak Lembah Hijau, maka pertanyaan besar muncul: ke mana anggaran BKSDA Bengkulu–Lampung selama ini?” tegas Ridwan.

Ia menuntut transparansi penggunaan dana konservasi satwa liar dan meminta dilakukan audit keuangan serta audit kinerja BKSDA.

“Jangan sampai anggaran negara untuk penyelamatan satwa hanya jadi angka di laporan, sementara lembaga non-negara yang justru keluar biaya nyata di lapangan,” ujarnya.

Ridwan menegaskan, bila benar dana operasional penanganan satwa dimiliki BKSDA namun seluruh pembiayaan dilakukan pihak swasta, maka patut diduga terjadi salah kelola atau penyimpangan anggaran.

“Publik berhak tahu bagaimana uang negara digunakan. Ini menyangkut akuntabilitas dan integritas lembaga konservasi,” pungkasnya.

Kasus kematian Harimau Bakas kini menjadi simbol gagalnya sistem konservasi satwa liar di Indonesia, terutama di wilayah Sumatera bagian selatan.

Melalui pernyataan bersama, JKEL, CSM, dan GERMASI menyerukan kepada Kementerian Kehutanan melalui Dirjen KSDAE agar segera:

1. Melakukan audit investigatif independen atas seluruh rangkaian proses penanganan Harimau Bakas;

2. Mengevaluasi total kinerja Balai TNBBS dan BKSDA Bengkulu–Lampung;

3. Mencabut izin operasional Lembah Hijau sebagai lembaga konservasi yang gagal menjamin keselamatan satwa;

4. Mereformasi SOP penanganan konflik satwa liar agar berbasis sains, transparansi, dan kesejahteraan satwa.

Tragedi kematian Harimau Bakas bukan sekadar kisah duka satu satwa, melainkan cermin kejatuhan moral dan lemahnya tata kelola konservasi nasional.

Audit, transparansi, dan penegakan hukum menjadi satu-satunya jalan untuk memulihkan kepercayaan publik serta memastikan Harimau Sumatera tidak punah akibat kelalaian manusia, bukan karena alam.

(Wahdi)

Advertisements
Share:
Editor: Redaksi
Source: Redaksi

BACA JUGA

Advertisements
© 2024 Hariankandidat.co.id. All Right Reserved.