HARIANKANDIDAT.CO.ID - Lebih dari satu tahun berlalu sejak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung mengambil alih penanganan kasus dugaan korupsi Proyek Irigasi Bandar Anom, Rawajitu Utara, Kabupaten Mesuji, senilai Rp97,8 miliar. Namun hingga kini, publik belum juga melihat titik terang.
Pasalnya, Perkara besar itu seolah mengendap tanpa arah, Proyek yang seharusnya menjadi urat nadi pengairan bagi petani Mesuji kini tinggal cerita di atas kertas. Air tak kunjung mengalir, sama seperti proses hukum yang tampak mandek pada Korps Adhyaksa Lampung.
Saat dikonfirmasi Kasi Penkum Kejati Lampung Ricky Ramadhan hanya memberikan keterangan singkat dan menyarankan media menunggu perkembangan perkara tersebut.
“Belum ada perkembangan informasi dari bidang teknis, Om. Kalau sudah ada, akan kami sampaikan dan pada intinya kala,” kata Ricky kepada media ini.
Pernyataan itu menambah daftar panjang tanda tanya apa yang sebenarnya terjadi di balik meja penyidik Kejati Lampung, Apakah kasus ini benar-benar sedang ditelusuri dengan saksama, atau sekadar dibiarkan berjalan di tempat sampai publik melupakan.
Sebelumnya, alasan pengambilalihan perkara dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Mesuji pada Mei 2024 adalah karena nilai proyek yang fantastis dan kompleksitasnya yang dianggap memerlukan penanganan di tingkat provinsi. Ironisnya, setelah lebih dari setahun, belum satu pun nama tersangka diumumkan.
Kini masyarakat Mesuji hanya bisa menatap lahan sawah yang retak, menunggu air yang tak datang, dan berharap penegakan hukum yang tak sekadar formalitas. Sebab, jika perkara besar hanya berujung pada diam panjang tanpa kepastian, wajar publik bertanya: apakah keadilan hanya bekerja bila yang terlibat bukan orang kuat.
Sebagai informasi, penyidik tindak pidana khusus (Pidsus) Kejati Lampung tengah menyelidiki dugaan korupsi dalam Proyek Pembangunan Irigasi Gantung Bandar Anom yang bersumber dari APBN Tahun Anggaran 2020 dengan nilai pagu Rp97,8 miliar.
Penyelidikan tersebut dilakukan berdasarkan Surat Perintah Kepala Kejati Lampung Nomor Print-03/L.8/Fd/05/2024 tertanggal 30 Mei 2024.
Ricky menjelaskan, proyek itu dilaksanakan oleh Kementerian PUPR melalui Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji Sekampung, dimulai Desember 2020 hingga Desember 2023, pada Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu (SNVT) Pelaksanaan Jaringan Pemanfaatan Air.
“Dalam pemeriksaan terhadap kegiatan peningkatan Daerah Irigasi Rawa (DIR) Rawajitu SPP IPIL dengan pagu Rp97,8 miliar, ditemukan kekurangan kualitas dan kuantitas pekerjaan yang tidak sesuai kontrak. Hal ini berakibat pada kerugian negara dan irigasi tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya,” jelasnya.
Berdasarkan hasil audit awal, indikasi potensi kerugian keuangan negara mencapai sekitar Rp14,3 miliar, dan jumlah itu masih bisa bertambah.
“Kerugian keuangan negara sementara sekitar Rp14,346 miliar, dan tidak menutup kemungkinan akan bertambah,” tutupnya.
(Hen)
